Rabu, 21 September 2011

Tentang Tembakau

Menjadi petani plasma tembakau

Agar pasokan tembakaunya selalu lancar, pabrikan rokok besar sengaja bekerja sama dengan petani yang bersedia menanam tembakau. Sang petani juga bisa mendulang laba, lantaran tanaman tembakau tidak memerlukan perawatan dan air yang banyak seperti padi. Tak ada yang menyangkal bahwa jumlah perokok di Indonesia sangat banyak. Hal itu setidaknya tecermin dari banyaknya produsen rokok, baik yang kelas gurem ataupun pabrikan besar. Namun, tembakau dari Indonesia belumlah setenar tembakau Brazil.

Setidaknya untuk tembakau sigaret jenis Virginia FC yang lazim ditanam di dataran rendah. Cukup ironis, mengingat sekitar seratus tahun lalu justru tembakau dari Bojonegoro yang banyak dipuji-puji.Bukan itu saja. Kebanyakan pabrikan rokok di Indonesia juga masih harus mengimpor virginia. Maklum saja, meski mulai banyak petani tembakau, kualitas panenannya dianggap belum cukup bagus untuk diolah di pabrik rokok. Hal inilah yang terjadi di Lombok 10 tahun lalu. Waktu itu, kata Kuswanto Setiabudi, Leaf Station Manager Sadhana Arifnusa, selain kualitasnya buruk, hasil panenan tembakau pun kurang dari 1 ton per hektare.

Kondisi agroklimat di Lombok sendiri cukup memenuhi syarat untuk menanam tembakau virginia. Ada sekitar 18.700 ha yang sudah ditanami tembakau, namun masih ada potensi lahan seluas 32.000 ha lagi. Itu sebabnya banyak produsen rokok besar turun tangan dan menawarkan kerja sama pada petani. Salah satunya adalah HM Sampoerna yang mengerahkan mitranya bernama Sadhana Arifnusa. Sadhana, saat ini, mengelola lahan seluas 3.000 ha. "Kami masih mencari petani yang mau diajak bekerja sama," tutur Kuswanto. Sumitro, Field Technician Training Farm Sadhana Arifnusa, mengatakan bahwa belakangan memang banyak petani yang mau banting setir menanam tembakau dan bekerja sama dengan mereka.

Pasalnya, ujar Sumitro, 1 ha lahan yang ditanami padi bisa menghasilkan gabah senilai Rp 4 juta jika harganya bagus. "Tapi, kalau tembakaunya bagus, mereka bisa mendapat Rp 10 juta," ujarnya. Selain itu, kebutuhan air tanaman tembakau cuma seperlima kebutuhan air padi. Si petani juga tidak melulu menanam tembakau sepanjang tahun. Andrew Cockburn, Head of Leaf Production Sampoerna, menjelaskan bahwa sistem tanam harus diatur agar tanah tidak kehilangan kesuburan. Penanaman tembakau lazimnya dilakukan sepanjang April sampai Juli, dilanjutkan dengan jagung dan crotalaria selama tiga bulan.

Sedangkan padi bisa ditanam pada lahan yang sama selama Desember sampai Maret. Jaminan pembelian daun tembakauOngkos produksi petani tembakau untuk 1 ha lahan di Lombok adalah sekitar Rp 16 juta. Nah, Sadhana menawarkan kerja sama dengan memberikan benih, obat-obatan, pupuk, dan pendampingan teknis selama musim tanam. "Kami juga memberikan uang tunai Rp 2 juta untuk modal," tutur Kuswanto. Pendamping teknis umumnya sangat diperlukan oleh petani baru. Hal ini berhasil meningkatkan kualitas dan panenan petani.

Ketika program dimulai tahun 1995, produktivitas lahan paling banter hanya 1,7 ton per hektare dengan kualitas daun tidak seragam. Tahun lalu produktivitas lahan mencapai 2,3 ton per hektare dan 98% daun tembakau bisa langsung diproses di pabrik tanpa perlu sortir ulang. Selain menyewa lahan, petani juga harus memiliki oven untuk mengasapi daun tembakau. Biaya pembuatan oven Rp 11 juta, dan Sadhana biasanya membantu sebesar 20%. Sebagai imbal baliknya, petani harus menjual hasil panenan kepada Sadhana.

Adapun pinjaman yang diemban akan diatur skema pengembaliannya, tergantung kondisi petani. "Kalau mereka belum mampu, kami tidak memaksa. Memang, satu dua tahun biasanya begitu," kata Kuswanto. Usai diasapi, daun tembakau dibawa ke Sadhana. "Bagaimana pun kondisinya pasti harus kita beli," kata Eko Hendro Sudaryanto, Leaf Buyer Manager Sadhana. Tembakau dari petani biasanya sudah dipilah sesuai kondisinya. Nantinya, Sadhana menetapkan grade tembakau.

Petani bisa saja menolak grade yang ditetapkan karena pengelompokan ini akan menentukan harga tembakau. "Tapi, sangat sedikit petani yang tidak terima," kata Eko. Pada prakteknya, petani plasma Sadhana yang memiliki panenan bagus kerap disambangi pembeli dari luar Sampoerna. "Karena tidak investasi, mereka menawarkan harga yang lebih bagus," ujar Kuswanto. Memang, ada satu dua petani yang berpaling. Konsekuensinya, nama mereka akan dicoret dari daftar petani plasma Sadhana. Namun, kata Kuswanto, lebih banyak petani yang setia. Seperti H. Lalu Ayub yang menggarap 5 ha kebun tembakau atau sekitar 70.000 pohon. Ayah empat anak ini bisa menghasilkan sekitar 11,5 ton tembakau kering. Karena kualitasnya sangat bagus, Lalu Ayub menjual tembakaunya dengan harga Rp 14.000 per kilogram tahun lalu. "Saya banyak dapat tawaran harga yang lebih tinggi, tapi saya tak mau jual," ujar pria berusia 51 tahun yang mempekerjakan lebih dari 40 orang ini.

Khusus untuk Petani sebagai mitra HM Sampoerna yang memasok daun tembakau, Sadhana Arifnusa tidak menetapkan syarat yang berat untuk petani plasma mereka. Menurut Kuswanto Setiabudi, Leaf Station Manager Sadhana, tidak ada luas lahan minimal yang harus dimiliki atau disewa petani. Luas lahan sepenuhnya tergantung kondisi daerah masing-masing. Di Lombok, memang ada petani yang mengelola 2 ha, bahkan 5 atau 10 ha lahan. "Tapi di Yogyakarta, cukup dengan 0,75 ha saja, karena di sana sewanya mahal," kata Kuswanto. Tembakau virginia akan tumbuh dengan baik pada tanah dengan ketinggian 300 sampai 600 di atas permukaan laut. Selain itu, harus di tanah vulkanik atau kawasan yang dekat dengan gunung berapi.

Saat ini Sadhana punya pola kerja sama dengan petani di Lombok, Yogyakarta, Malang, Bali, Karang Jati, dan Blitar untuk tembakau virginia.Meski demikian, papar Kuswanto, ada syarat utama yang harus dipenuhi. Mereka yang bergabung dalam program ini adalah benar-benar petani. "Bukan hanya orang yang punya uang, lantas mau ikut menanam tembakau," katanya. Alasannya, sambung Kuswanto, para petani biasanya benar-benar mau mengakrabi tanamannya dan tidak keberatan bergelut dengan tanah.

Demi terpenuhinya syarat utama ini, Sadhana melakukan survei kepada petani yang mengajukan diri sebagai petani plasma. "Kami akan survei tanah dan orangnya," tutur Kuswanto.Mengenali Hambatan UtamaLayaknya petani tanaman lain, petani tembakau juga punya musuh yang sulit dikalahkan: musim. "Musim kan sulit diatur, padahal petani bergantung pada musim," ungkap Andrew Cockburn, Head of Leaf Production HM Sampoerna. Terlebih, kondisi tanah di Lombok Timur juga cenderung kering dan mahal air. Alhasil, petani harus membeli air untuk mengairi kebunnya.

Itu sebabnya Andrew, yang acap dipanggil Endro oleh petani setempat, mengembangkan teknologi tertentu untuk menahan air. "Kami mencoba menaruh jerami di sekeliling tembakau, untuk menahan air," katanya sembari mengeduk batang padi kering yang sudah bercampur dengan tanah. Selain itu, musim yang tidak menentu juga berpengaruh kepada kualitas daun. Sebut saja ketika terjadi salah musim. Masa yang diperhitungkan sebagai musim kemarau ternyata malah diselimuti mendung. Menurut Kuswanto Setiabudi, Leaf Station Manager Sadhana Arifnusa, jika hal itu terjadi maka fotosintesis pada daun pun terhambat lantaran matahari tidak bersinar utuh. "Jadi, jaringan yang terbentuk juga tidak tebal," kata dia.

Pembelian tembakau sejumlah pabrik rokok lebihi target

Selasa, 20 September 2011 16:37 WIB | 727 Views
Temanggung (ANTARA News) - Pembelian tembakau beberapa perwakilan pabrik rokok di Temanggung, Jawa Tengah, pada panen raya tahun ini melebihi target karena kualitas tembakau bagus.

Perwakilan PT Djarum, Hendri, di Temanggung, Selasa, mengatakan bahwa dari target pembelian tembakau pada panen raya 2011 sebanyak 6.000 ton, kini sudah membeli tembakau sekitar 8.000 ton.

"Meskipun telah melebihi target, kami masih membeli tembakau petani selama memenuhi kualitas," katanya usai menerima kunjungan Wakil Bupati Temanggung, Budiarto.

Mengenai penghentian pembelian tembakau, dia mengatakan, akan menyampaikan pengumuman jauh hari sebelumnya, agar masyarakat mengetahuinya.

"Penutupan gudang tidak mungkin kami lakukan mendadak. Jauh hari sebelumnya pasti kami umumkan, agar tidak merugikan petani," katanya.

Pembelian tembakau dari perwakilan PT Djarum saat ini paling tinggi Rp175 ribu per kilogram untuk totol atau grade F.

Sementara itu, Hartanto dari perwakilan PT Gudang Garam menyebutkan, dari target pembelian tembakau pihaknya pada tahun 2011 sebanyak 7.500 ton, kini telah melakukan pembelian hingga 8.000 ton.

"Jumlah tersebut akan bertambah, karena kami masih melakukan pembelian selama kualitas tembakau baik," katanya.

Menurut dia, harga tembakau terendah tahun ini Rp65 ribu per kilogram dan harga tertinggi mencapai Rp200 ribu perkilogram.

Pemilik gudang di Parakan yang juga grader PT Djarum, Widono Salim, menuturkan setiap hari membeli tembakau sekitar 3.000 keranjang.

Menurut dia omzet pembelian tembakau di gudang miliknya mencapai Rp9 miliar perhari karena setiap keranjang tembakau rata-rata Rp3 juta.

Wakil Bupati Temanggung, Budiarto, merasa bersyukur harga tembakau tahun ini dua kali lipat dari tahun lalu karena kualitasnya bagus.

"Kami bahagia, semua tembakau petani bisa terbeli dengan harga tinggi. Mudah-mudahan dapat meningkatkan kesejahteraan petani," katanya.

Industri Rokok Nasional Krisis Bahan Baku Tembakau
debateitout.com 
Dibaca : 653 kali | Komentar: 0
Palmerah, Warta Kota
Industri rokok nasional kekurangan bahan baku tembakau dari dalam negeri. Hal itu terjadi karena hasil panen lebih rendah daripada total kebutuhan tembakau pabrik rokok.

Menurut Muhaimin Muftie, Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), kebutuhan tembakau industri rokok mencapai 240.000 ton per tahun atau ekuivalen dengan produksi rokok sebanyak 230 miliar- 240 miliar batang per tahun.

Sementara produksi tembakau nasional hanya mampu menyuplai tembakau sekitar 150.000 ton hingga 180.000 ton. "Jadi memang ada kekurangan di sini (dalam negeri)," kata Muhaimin saat berkunjung ke redaksi KONTAN, Kamis (31/3).

Untuk menutup kekurangan pasokan tembakau itu, industri rokok harus mendatangkannya dari negara lain. Akan tetapi, Muhaimin menjelaskan, untuk mengimpor tembakau, industri harus memperhatikan harga menguntungkan secara bisnis. Jika harga tembakau di luar negeri lebih rendah, barulah impor layak menjadi pilihan. "Tentu, itu adalah logika bisnis," kata Muhaimin.

Untuk menutup selisih produksi tembakau dengan kebutuhan tembakau pabrik rokok mencapai 60.000 ton - 90.000 ton per tahun, salah satunya Indonesia memasok tembakau dari China. Negara pemosok tembakau impor lainnya, antara lain Zimbabwe, Turki, Brasil, dan juga Thailand.

Walupun impor, Muhaimin mengaku tetap memprioritaskan penyerapan tembakau dari petani dalam negeri sebegai prioritas. Selain tembakau, industri rokok juga menyerap hasil panen cengkeh petani sebagai bahan baku rokok.

Kekurangan tembakau untuk industri rokok tersebut juga diakui Budidoyo, Sejen Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI). Ia berkata, produksi tidak maksimal karena luas lahan kebun tembakau stagnan. "Jumlah areal dari tahun ke tahun hanya berkisar 200.000 hektare (ha) -240.000 ha," kata Budidoyo.

Alhasil, produksi tembakau tak mampu mengiringi pertumbuhan penjualan rokok dari perusahaan rokok nasional. Selain lahan, masalah produksi tembakau juga datang dari faktor cuaca. Jika cuaca penghujan, maka produksi tembakau turun drastis. Kasus ini terjadi tahun 2010 lalu, saat produksi tembakau anjlok menjadi 80.000 ton akibat cuaca ekstrim.

Budidoyo mengaku tidak keberatan dengan import tembakau yang dilakukan industri rokok. Ia yakin, tembakau impor tidak mampu menggantikan tembakau lokal. Bahkan tidak mustahil, tembakau impor itu hanya untuk campuran (blending). "Ini masalah rasa (taste), sehingga tembakau dari Temanggung tidak bisa begitu saja digantikan oleh tembakau lain," kata Budidoyo.

Tahun 2011 ini, Budioyo berharap produksi tembakau bisa membaik dibandingkan 2010 lalu. Namun, lagi-lagi produksi tembakau itu sangat bergantung kepada pada kondisi cuaca. (kontan)

Industri Rokok Nasional Krisis Bahan Baku Tembakau
debateitout.com 
Dibaca : 653 kali | Komentar: 0
Palmerah, Warta Kota
Industri rokok nasional kekurangan bahan baku tembakau dari dalam negeri. Hal itu terjadi karena hasil panen lebih rendah daripada total kebutuhan tembakau pabrik rokok.

Menurut Muhaimin Muftie, Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), kebutuhan tembakau industri rokok mencapai 240.000 ton per tahun atau ekuivalen dengan produksi rokok sebanyak 230 miliar- 240 miliar batang per tahun.

Sementara produksi tembakau nasional hanya mampu menyuplai tembakau sekitar 150.000 ton hingga 180.000 ton. "Jadi memang ada kekurangan di sini (dalam negeri)," kata Muhaimin saat berkunjung ke redaksi KONTAN, Kamis (31/3).

Untuk menutup kekurangan pasokan tembakau itu, industri rokok harus mendatangkannya dari negara lain. Akan tetapi, Muhaimin menjelaskan, untuk mengimpor tembakau, industri harus memperhatikan harga menguntungkan secara bisnis. Jika harga tembakau di luar negeri lebih rendah, barulah impor layak menjadi pilihan. "Tentu, itu adalah logika bisnis," kata Muhaimin.

Untuk menutup selisih produksi tembakau dengan kebutuhan tembakau pabrik rokok mencapai 60.000 ton - 90.000 ton per tahun, salah satunya Indonesia memasok tembakau dari China. Negara pemosok tembakau impor lainnya, antara lain Zimbabwe, Turki, Brasil, dan juga Thailand.

Walupun impor, Muhaimin mengaku tetap memprioritaskan penyerapan tembakau dari petani dalam negeri sebegai prioritas. Selain tembakau, industri rokok juga menyerap hasil panen cengkeh petani sebagai bahan baku rokok.

Kekurangan tembakau untuk industri rokok tersebut juga diakui Budidoyo, Sejen Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI). Ia berkata, produksi tidak maksimal karena luas lahan kebun tembakau stagnan. "Jumlah areal dari tahun ke tahun hanya berkisar 200.000 hektare (ha) -240.000 ha," kata Budidoyo.

Alhasil, produksi tembakau tak mampu mengiringi pertumbuhan penjualan rokok dari perusahaan rokok nasional. Selain lahan, masalah produksi tembakau juga datang dari faktor cuaca. Jika cuaca penghujan, maka produksi tembakau turun drastis. Kasus ini terjadi tahun 2010 lalu, saat produksi tembakau anjlok menjadi 80.000 ton akibat cuaca ekstrim.

Budidoyo mengaku tidak keberatan dengan import tembakau yang dilakukan industri rokok. Ia yakin, tembakau impor tidak mampu menggantikan tembakau lokal. Bahkan tidak mustahil, tembakau impor itu hanya untuk campuran (blending). "Ini masalah rasa (taste), sehingga tembakau dari Temanggung tidak bisa begitu saja digantikan oleh tembakau lain," kata Budidoyo.

Tahun 2011 ini, Budioyo berharap produksi tembakau bisa membaik dibandingkan 2010 lalu. Namun, lagi-lagi produksi tembakau itu sangat bergantung kepada pada kondisi cuaca. (kontan)

Virus Pemakan Batang Tembakau Resahkan Petani Sleman

Jumat, 15 Juli 2011 08:18 WIB | 868 Views
Sleman (ANTARA News) - Petani tembakau di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, resah dengan kemunculan virus yang menyerang dan memakan batang tanaman mereka.

"Virus ini menyerang tanaman dan memakan batang tembakau usia muda, sehingga batangnya putus, dan tidak lama kemudian tanaman itu mati," kata salah seorang petani tembakau di Desa Sardonoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Supriyanto, Jumat.

Menurut dia, virus tersebut sampai sekarang belum diketahui nama dan jenisnya, serta cara menanggulanginya.

"Selama ini virus itu tidak pernah muncul, dan baru pada masa tanam sekarang terjadi serangan virus tersebut, hingga akhirnya tanaman tembakau yang mulai tumbuh kemudian mati," katanya.

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Sleman Suwarji mengakui adanya serangan virus perusak tanaman tembakau tersebut.

"Entah virus atau entah hama apa namanya, saya juga belum tahu. Yang jelas, jarang sekali terjadi. Tetapi, kemarin saya mendapati tanaman tembakau saya tiba-tiba mati. Petani lain juga ada yang melaporkan tanamannya mati mendadak," katanya.

Menurut dia, virus aneh ini sebelumnya pernah ditemukan pada 2009, dan biasanya tanaman tembakau yang diserang rata-rata sudah berusia dua pekan.

"Karena batangnya yang diserang, maka kemudian tanaman putus. Kalau sudah putus, tidak mungkin bisa hidup," katanya.

Ia mengatakan fenomena ini biasanya oleh petani sering disebut dimakan kroto, karena yang memakan wujudnya sangat kecil, bahkan tidak kelihatan, namun serangannya ganas.

"Kami masih menunggu laporan dari para petani yang lain, dan saat ini memang belum bisa dikatakan mewabah," katanya.

Suwarji mengatakan dari satu hektare areal tanaman tembakau, hanya beberapa bibit tanaman saja yang diserang. "Penanggulangannya dengan cara disemprot, karena belum banyak tanaman yang diserang. Tetapi kami berharap jangan sampai mewabah," katanya. (V001/M008/K004)


Bagi Hasil Cukai Tembakau Capai Rp1,20 Triliun

Selasa, 26 Juli 2011 11:41 WIB | 491 Views
Jakarta, 26/7 (ANTARA) - Menteri Keuangan menetapkan total dana bagi hasil cukai hasil tembakau tahun anggaran 2011 untuk setiap provinsi, kabupaten dan kota sebesar Rp1,20 triliun.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Yudi Pramadi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa, menyebutkan, Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96/PMK.07/2011 tanggal 27 Juni 2011.

PMK tersebut merupakan perubahan atas PMK Nomor 33/PMK.07/2011 tentang Alokasi Sementara Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) Tahun Anggaran 2011.

Kebijakan tersebut dikeluarkan menyusul sudah adanya penetapan rincian alokasi per kabupaten/kota bersangkutan oleh Gubernur Provinsi Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jambi, Lampung, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Bali.

Sebelumnya pada PMK Nomor 33/PMK.07/2011, dari 20 provinsi penerima DBH CHT, 12 provinsi telah ditetapkan alokasi sementara DBH CHT untuk provinsi, kabupaten, dan kotanya.

Sementara alokasi delapan provinsi lainnya ditetapkan per provinsi secara keseluruhan (tidak dirinci untuk provinsi, kabupaten, dan kotanya) karena gubernur daerah yang bersangkutan belum menyampaikan pembagian rincian alokasi DBH CHT untuk provinsi, kabupaten, dan kota kepada Menteri Keuangan.

Berdasarkan perubahan PMK ini, seluruh provinsi penerima DBH CHT tahun anggaran 2011 telah menetapkan pembagian alokasi kepada provinsi, kabupaten dan kota.

UU Nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai menyebutkan bahwa penerimaan negara dari cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar dua persen yang digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal.

Alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan cukai hasil tembakau pada tahun berjalan.

Gubernur mengelola dan menggunakan dana bagi hasil cukai hasil tembakau dan mengatur pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau kepada bupati/walikota di daerahnya masing-masing berdasarkan besaran kontribusi penerimaan cukai hasil tembakaunya.

Penyaluran dana bagi hasil cukai hasil tembakau dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah provinsi dan rekening kas umum daerah kabupaten/kota.

Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas penggunaan anggaran peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal yang berasal dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia.

Atas penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau dapat diberikan sanksi berupa penangguhan sampai dengan penghentian penyaluran dana bagi hasil cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia.
(*)


Petani Dirisaukan Penyakit Baru Tembakau

Rabu, 6 Juli 2011 09:26 WIB | 878 Views
Ilustrasi - Pertanian tanaman tembakau (FOTO ANTARA/Saiful Bahri)
Serangan penyakit terkonsentrasi pada bagian akar, sehingga jika bagian tersebut sudah mati secara otomatis pasokan makanan untuk batang dan daun juga ikut macet. Rentang waktu antara serangan pada akar hingga matinya daun antara satu sampai dua hari
Berita Terkait
Video
Klaten (ANTARA News) - Para petani tembakau di Desa Tijayan, Kecamatan Manisrenggo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, dirisaukan munculnya penyakit yang menyebabkan daun mendadak layu kemudian mati.

Supardi, petani tembakau setempat saat ditemui di lahan garapannya, Rabu, mengatakan, dirinya dan beberapa petani tembakau lain tak tahu persis apa penyakit yang menyerang tanaman mereka karena sebelumnya serangan seperti ini belum pernah terjadi.

"Serangan penyakitnya sangat cepat, entah virus atau apa. Yang jelas, bagian yang pertama diserang adalah akar dan menghentikan pertumbuhan. Dalam waktu singkat daun menjadi layu dan tanaman langsung mati," katanya.

Seminggu ini, lanjutnya, setiap pagi ditemukan beberapa batang tanaman tembakau dalam keadaan layu dan mati.

Awalnya kejadian ini tak begitu dipusingkan oleh para petani karena menganggap layunya daun hanya sebagai proses biasa tanaman tembakau yang gagal tumbuh, namun lama-lama jumlah yang mati semakin bertambah dan tak pernah berhenti.

Menurut pengamatannya, serangan penyakit terkonsentrasi pada bagian akar, sehingga jika bagian tersebut sudah mati secara otomatis pasokan makanan untuk batang dan daun juga ikut macet. Rentang waktu antara serangan pada akar hingga matinya daun antara satu sampai dua hari. Saat akar yang diserang sudah terlihat layu, daun masih tetap terlihat hijau karena masih mendapat pasokan makanan dari cadangan yang tertimbun di bagian batang.

"Tapi saat timbunan makanan sudah habis, ya tanaman sudah kehabisan makanan," keluh Supardi.

Supardi mengaku usaha menyelamatkan tanaman dengan cara tambal sulam sudah dilakukan dengan langsung mengganti tanaman mati dengan yang baru, namun, perbedaan umur antara tanaman baru dengan yang sebelumnya terlampau jauh, sehingga sulit untuk disamakan karena umur tumbuhan yang lebih dulu ditanam sudah mencapai 20-25 hari.

Sarono, petani lain yang juga mengalami hal serupa menduga, matinya tanaman tembakau dengan cara seperti ini diakibatkan oleh kualitas bibit tembakau yang kurang bagus.

"Ini erat kaitannya dengan masalah gagal panen tembakau pada 2010 lalu, dimana saat itu produksi bibit yang dihasilkan juga tak bagus karena tanaman banyak yang mati akibat tingginya curah hujan," tuturnya.

Meski demikian, para petani ini tetap optimis hasil panen tahun ini jauh lebih bagus dari tahun lalu karena jika melihat cuaca dengan panas yang stabil harapan panen bagi tanaman tembakau sangat tinggi.

Ditemui terpisah, Ketua Satuan Tani Mitra Utama Klaten, Joko Lasono, mengatakan, hasil panenan tembakau di Klaten tahun ini diprediksi meningkat dari tahun sebelumnya, namun jumlahnya tak sebanyak biasanya karena tahun ini lahan yang ditanami tembakau berkurang.

"Tahun ini penanaman tembakau kurang dari 60 persen dari seluruh lahan yang tersedia, yakni hanya sekitar 300 hektar hingga 500 hektar saja. Jika cuacanya terus seperti ini, harapan berhasil panen tanaman tembakau sangat tinggi. Semoga kesuksesan tahun 2009 lalu terulang," harapnya.